Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

REOG PONOROGO

REOG PONOROGO
Reog Ponorogo merupakan kesenian yang berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur, salah satu kekayaan budaya yang menawarkan cipta kreasi manusia tentang pengalaman mistis yang terbentuk secara turun temurun yang hingga saat ini masih tetap terjaga.

Kesenian Reog Ponorogo biasa diadakan untuk memeriahkan acara-acara tertentu seperti pernikahan, khitanan atau hari-hari besar nasional, biasanya acara ini diawali dengan Tarian yang dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam
, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.
 
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar, adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Sejarah Reog Ponorogo

Asal usul terbentuknya kesenian ini memiliki beberapa versi yang berkembang dimasyarakat, namun ceritera resminya adalah tentang perseteruan Raja Singa Barong dari kerajaan Lodaya dengan Raja Kelana Swandana dari Kerajaan Bantarangin untuk memperebutkan Dewi SanggaLangit.

Singa Barong adalah Raja Berkepala Harimau berbulu lebat dan penuh dengan kutu-kutu. Itulah sebabnya ia memelihara seekor burung merak yang rajin mematuki kutu-kutunya. Sedang Kelana swandana adalah seorang raja yang berwajah tampan dan gagah, namun punya kebiasaan aneh, suka pada anak laki-laki. Anak laki-laki itu dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.

Dewi Sanggalagit yang merupakan putri kerajaan kediri menetapkan syarat kepada siapa saja yang menginginkan dia untuk menjadi istrinya yaitu mampu menghadirkan suatu tontonan yang menarik. Tontonan atau keramaian yang belum ada sebelumnya. Semacam tarian yang diiringi tabuhan dan gamelan. Dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus empat puluh ekor. Nantinya akan dijadikan iringan pengantin. Terakhir harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua. tidak ada yang mampu memenuhi syarat tersebut kecuali Raja Singa Barong dan Raja Kelana Swandana yang merasa sanggup memenuhinya.

Singkat cerita Raja Kelana hampir mampu membuat tontonan yang diminta sang putri, kecuali syarat untuk menghadirkan binatang berkepala dua, berita usaha raja bantarangin itu terdengar oleh Singa Barong yang kemudian berencana untuk merebut hasil usaha Kelana Swandana, tetapi kelicikan Singa Barong tercium oleh kelana swandana yang selanjutnya lebih dulu menyerang kerajaan lodaya dan mampu melumpuhkannya.

Pada puncak peperangan tersebut terjadi perkelahian antara kedua raja itu, Raja Kelana swandana mengeluarkan kesaktiannya. Diarahkan ke bagian kepala Raja Singa barong. Seketika kepala Singa barong berubah. Burung merak yang bertengger di bahunya tiba-tiba melekat jadi satu dengan kepalanya sehingga Raja Singa barong berkepala dua. dilanjutkan dengan kesaktian cambuk samandiman yang mengakibatkan tubuh singa barong berubah menjadi hewan aneh berkepala dua.

Singa Barong yang berubah menjadi binatang kepala dua itu melengkapi usaha Kelana Swandana untuk menikahi Dewi Sangga Langit dengan menghadirkan tontonan ciptaannya yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu Reog.

Ada yang bilang kalau bentuk Reog pun sebenarnya merupakan sebuah sindiran yang maknanya bahwa sang raja (kepala harimau) sudah disetir atau sangat dipengaruhi oleh permaisurinya (burung merak). demikianlah berawal dari cerita tersebut kesenian Reog Ponorogo semakin berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TARI TOPENG MALANGAN

topeng malangan
 
Topeng Malang atau bisa juga disebut Topeng Malangan merupakan pementasan wayang Gedog yang dalam pertunjukannya mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng Jabung.

Dalam pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan tokoh-tokohnya seperti : Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari, dll.


Para penari mengenakan topeng dan menari sesuai dengan karakter tokoh yang dimainkan. Dalam pementasan dipergunakan tirai yang terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para penarinya. Maestro Topeng Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membuat Topeng Malang dan Tari Topeng Malangan.

Demikian pula Mbah Kari ( kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada Tradisi Topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda, memberikan contoh ragam-ragam gerak Tari Topeng Malangan versi Jabung. Musium Rekor Indonesia pernah memberikan apresiasi karena keteguhannya melestarikan Topeng Malang.


Topeng Malang sedikit berbeda dengan topeng yang ada di Indonesia, dimana corak khas dari pahatan kayu yang lebih kearah realis serta menggambarkan karakter wajah seseorang. Ada banyak ragam dari jenis Topeng Malang yang dibuat seperti karakter jahat, baik, gurauan, sedih, kecantikan, ketampanan, bahkan sampai karakter yang sifatnya tidak teratur. Sajian ini nantinya dikolaborasikan dengan tatanan rias dan pakaian untuk memainkan sebuah pewayangan atau cerita tertentu menggunakan Topeng Malang. Perkembangan saat ini Topeng Malang sudah dapat dinikmati dalam bentuk drama, ada yang menceritakan tentang sosial dan humoran.

Beberapa sumber menyebutkan ada beberapa karakter unik dari Topeng Malang seperti karakter “Demang” yang menggambarkan sosok pejabat kala itu, “Dewi Kili Suci”, “Dewi Sekartaji” yang menggambarkan kecantikan, “Bilung” yang menggambarkan karakter tidak teratur dan sebagainya. Kesenian Topeng Malang kerap dimainkan sekarang ini ditingkat pejabat tinggi derah atau bahkan pertunjukan khusus yang memang disengaja untuk menarik wisatawan datang ke Malang. Uniknya lagi semua hasil dari Topeng Malang dibuat berdasarkan alur Tradisional, dari memilih bahan kayu, mengukir, pembentukan karakter, sampai proses pengecatan semua dilakukan secara manual.

Topeng Malang yang semakin tergerus jaman kini sudah mulai beranjak membaik, pemerintah daerah pun menjadikan Topeng Malang sebagai salah satu hasil seni yang perlu dilestarikan dan diturunkan pada generasi penerus.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MASJID TIBAN PURWANTORO : PENINGGALAN AKULTURASI ISLAM DAN KEJAWEN

Peninggalan budaya islam dan Jawa
Masjid Tiban Purwantoro merupakan peninggalan jejak Akulturasi Budaya antara islam dan jawa yang sampai sekarang masih tetap terjaga, masjid yang dilengkapi dengan mimbar tua tak terpakai di salah satu sudut yang berselimut kain putih semakin menambah kesan mistis dari bangunan tua ini.

Aroma asap dupa sesekali tertiup masuk ke dalam masjid berukuran 12X12 meter tersebut. Namun, suasana itu tampaknya tidak mengurangi kekhusyukan jamaah
dalam menjalankan shalat. Ya, itulah suasana Masjid Tiban di Desa Bakalan, Kecamatan Purwantoro, Wonogiri.

Berbeda dengan masjid lainnya. Di samping utara masjid itu terdapat tempat panyuwunan. Yakni tempat bagi penganut kejawen untuk berdoa kepada Tuhan Yang Tempat panyuwunan itu hanya berupa bangunan kecil berukuran sekitar 1X2 meter. Di dalamnya banyak terdapat tumpukan abu sisa pembakaran dupa dan kemenyan. Beberapa macam sesaji ikut menumpuk dalam ruangan kecil yang menghadap utara tersebut. Bagian atap dan gentingnya sudah menghitam karena tertutup jelaga dupa dan kemenyan.

Sardi (71), sang penjaga masjid menuturkan, Masjid Tiban  Purwantoro itu tidak diketahui kapan berdirinya. "Tidak ada yang tahu kapan masjidnya dibangun. Sebelum ada desa. Sebelum negara ini dicitak (dicetak), masjidnya sudah ada.  Mungkin dibuat sejak zaman wali sebagai musholla (tempat shalat)," katanya.

Tempat panyuwunan di Masjid Tiban semula menjadi satu di dalam masjid. Namun, seiring adanya renovasi dan pemugaran, tempat tersebut digeser, sehingga kini berada di luar ruangan masjid. itu, mimbar tua yang ada di dalam masjid juga tidak diketahui kapan pembuatannya.

Menurut Sardi, mimbar itu dibuat bersamaan dengan pembangunan masjid. Mimbar tersebut kini tidak dipakai lagi, hanya dibungkus dengan beberapa lembar kain putih. Perpaduan Islam dan kejawen juga tampat pada arsitekturnya. Salah satu atap masjid masih kental dengan nuansa Jawa. Atapnya berbahan sirap kayu, mustaka (kepala) atapnya mirip stupa berwarna coklat.

Adapun atap lainnya menggunakan genteng dengan mustaka berbentuk kubah, seperti masjid pada umumnya. Sudah banyak orang yang mengunjungi masjid tersebut. Mereka tidak hanya datang dari wilayah Wonogiri dan sekitarnya. Banyak di antara mereka datang dari mancanegara, seperti Malaysia, Hongkong, dan Singapura.

Tidak sedikit pula pejabat yang datang. "Mereka datang dengan berbagai permintaan. Rata-rata ingin kaya. Kerabat Keraton Mangkunegaran juga masih sering ke sini," ujarnya. Biasanya, masjid itu ramai saat malam Jumat Kliwon. Namun di bulan puasa justru sepi pengunjung. "Mungkin karena puasa," imbuhnya.

Selain aktivitas kejawen di salah satu sisinya, masjid tersebut juga dihidupkan dengan aktivitas pengajian dan shalat berjamaah. Selama bulan Ramadhan, masjid itu juga digunakan untuk shalat tarawih.

Kabag Humas Sekda Wonogiri, Waluyo mengaku pernah berkunjung ke masjid itu ketika masih menjabat sebagai Camat Purwantoro. "Masjid itu sangat unik. Ada nilai-nilai sejarah, reliji, dan kekayaan budaya leluhur yang patut dilestarikan," ujarnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

 

BIOGRAFI KUNTOWIJOYO

BIOGRAFI KUNTOWIJOYO
Kuntowijoyo adalah nama seorang Tokoh Budaya yang dilahirkan di Bantul, Yogyakarta, pada tanggal 18 September 1943. Ia dibesarkan di Ceper, Klaten, dalam lingkungan keluarga Jawa yang beragama Islam beraliran Muhammadiyah. Ia meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 dalam usia 62 tahun karena sakit. Kuntowiyo menyelesaikan SD dan madrasah tahun 1956 dan SMP tahun 1959, semuanya di Klaten.

Ia sering mendengarkan siaran puisi dari radio Surakarta asuhan Mansur Samin dan Budiman S. Hartojo. Mentornya, M. Saribi Arifin dan M.Yusmanam, mendorongnya untuk menulis sastra. Di SMA, ia banyak membaca karya sastra, baik dari penulis Indonesia maupun dari luar negeri, seperti Karl May, Charles Dickens, dan Anton Chekov. Dengan bekal itu, pada tahun 1964 ia menulis novel pertamanya, Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari, yang kemudian dimuat sebagai cerita bersambung di harian Djihad tahun 1966.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MENGENAL TRADISI MALAM SATU SURO DI JAWA


Tradisi Malam Satu Suro

Dalam  pembangun kehidupan Masyarakat Jawa terutama masyarakat tradisionalnya tidak bisa dilepaskan dari kedekatannya dengan alam dan sistem kepercayaan terhadap sesuatu yang memiliki kekuatan gaib, pola pikir yang terbentuk karena rasa takut serta percaya akan adanya kekuatan maha dahsyat yang melebihi kemampuan manusia, keadaan itulah yang menjadikan adanya berbagai macam ritual-ritual yang menghiasi kehidupan sehari-hari mereka, salah satunya adalah Tradisi Malam Satu Suro.

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan dan tafakur, Ritual ini telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi).

TRADISI ADU DOMBA DI JAWA BARAT

tradisi adu domba
Untuk artikel Tradisi kali ini kita kan berbicara tentang Adu Ketangkasan Domba yang menjadi kegemaran Masyarakat Tradisional Jawa Barat, domba-domba jantan berpostur bagus dengan ukuran tanduk yang besar siap beradu dengan diiringi musik tradisional semakin menambah nuansa khas sunda makin terasa.

Tradisi Adu Domba merupakan Tradisi Kuno yang dimulai dari rutinitas bocah angon pada akhir abad 18, disamping mengembala domba, mereka memiliki  kebiasaan unik

TRADISI MAKAN BAJAMBA MASYARAKAT MINANGKABAU

Tradisi Makan Bajamba
Kali ini kita akan mencoba berbicara tentang tradisinya Orang Minang (Minangkabau) yang merupakan salah satu bagian dari Kelompok Etnis Nusantara yang sangat menjujung tinggi Bahasa dan Adat mereka, ada Tradisi Unik dari Urang Awak (sebutan Orang Minang untuk Kelompoknya) yaitu Tradisi Makan Bajamba.

Tradisi Makan Bajamba atau biasa disebut Makan Barapak adalah makan bersama yang dilakukan  Masyarakat Minangkabau pada tempat yang telah ditentukan sebelumnya, tradisi ini umumnya di selenggarakan pada hari-hari besar Agama Islam, Upacara Adat dan peristiwa penting lainnya.

Tradisi Di Masyarakat Minang ini menjadi Unik karena terdapat beberapa peraturan yang menjadi bagian berlangsungnya upacara makan bersama ini, dimana orang-orang duduk bersila mengelilingi satu piring besar yang telah berisi Masakan Khas Minang

TRADISI PERESEAN SUKU SASAK DI LOMBOK

Tradisi Peresean Suku Sasak
Untuk artikel Tradisi Masyarakat Indonesia kali ini kita akan melanjutkannya ke Tradisi Peresean di Lombok Nusa Tenggara Barat, sebuah pulau dengan panjang kurang lebih 70km yang berbentuk bulat dengan ekor disebelah barat daya.

Tradisi Peresean merupakan  salah satu Tradisi warisan nenek moyang sebagai bagian Upacara adat Suku Sasak (Orang Lombok), asal usul tradisi ini dimulai dari legenda pertarungan sampai mati dua orang laki-laki yang merupakan tunangan dari Ratu Mandalika, disamping itu latar belakang dari tradisi ini adalah pelampiasan Emosi Para Raja di Masa Lampau ketika berperang melawan musuh.

TRADISI MEGALITIK : PRODUK BUDAYA DARI MASA PRA SEJARAH

TRADISI MEGALIT
Tradisi Megalitik akan membawa kita bernostalgia kepada Zaman Prasejarah, Zaman Megalitikum atau zaman batu besar, Negara Indonesia memiliki andil dalam mengenang keberadaan masa-masa itu melalui tradisi, yang masih bisa kita nikmati hingga sekarang, tradisi ini bisa kita temukan di Pulau Nias Sumatera Barat.
Pulau Nias dikenal sebagai tempat peninggalan objek-objek Bertradisi Megalitik yang sering dikaitkan dengan Floklore (sejarah lisan/legenda) migrasi Suku Bangsa Naga di Assam Pulau Nias, sebenarnya keberadaan masyarakat disana telah ada  sebelum masa Megalitik, hal itu dibuktikan dengan ditemukannya Artefak peninggalan masa Paleolitik berupa alat batu yang bisa dijumpai di daerah Aliran Sungai Muzoi serta Artefak dan Ekofak di situs Gua Togi Ndrawa

TRADISI TELINGA PANJANG MASYARAKAT DAYAK

Tradisi Telinga Panjang Masyarakat Dayak


Tradisi Telinga panjang adalah salah satu Tradisi Masyarakat Indonesia yang cukup unik dalam Masyarakat Dayak Kalimantan , meskipun tidak semua suku melakukan, tetapi tradisi ini sudah terlanjur erat dihubungkan dengan masyarakat dayak secara umum.

Di Kalimantan Timur, kita masih bisa mendapati Tradisi ini dikalangan orang orang dayak kenyah, Bahau dan Kayan, sedangkan di Kalimantan barat  suku dayak Iban, kayan taman dan dayak punan. Tradisi inipun kebanyakan hanya dilakukan di daerah pedalaman seperti di daerah Kapuas Hulu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TRADISI MEUGANG MASYARAKAT ACEH

TRADISI MEUGANG MASYARAKAT ACEH




Salah satu Tradisi Masyarakat Aceh dalam menyambut bulan puasa adalah melaksanakan pemotongan hewan pada satu atau dua hari sebelum bulan puasa. Tradisi pemotongan hewan ini dalam Masyarakat Aceh dikenal sebagai meugang atau makmeugang. Nyaris, pada hari meugang, menjadi "kewajiban" budaya bagi orang Aceh ada daging sapi/kerbau di rumahnya sebagai santapan utama pada hari permulaan bulan Ramadhan. Meugang dalam tradisi masyarakat Aceh adalah meyembelih beratus bahkan ribuan ribu ekor lembu, kambing atau karbau bahkan ayam dan bebek dikorbankan.
0 komentar

TRADISI UPACARA TINGKEBAN ATAU MITONI

Tradisi Upacara Tingkeban Atau Mitoni

Ketika berbicara tentang Tradisi Masyarakat Jawa seakan tidak akan ada habisnya, kehidupan Masyarakat Jawa Tradisional yang notabene sangat lekat dengan alam serta kepercayaan terhadap kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia, hal itu memunculkan beraneka ragam Tradisi yang sebagian besar selalu dikaitkan dengan ketergantungan terhadap alam serta kepatuhan terhadap kekuatan besar diluar mereka, salah satunya adalah Upacara Tingkeban .

Tradisi Tingkeban atau disebut Upacara Mitoni dilakukan oleh Masyarakat Jawa  sebagai selamatan 7 bulan kehamilan seorang ibu yang dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum datangnya bulan purnama misalnya tanggal 3/5/7/9/11/13/15, bertempat di kanan atau kiri rumah dengan menghadap ke arah matahari terbit.
0 komentar

MENGENAL TRADISI MALAM SATU SURO DI JAWA


Tradisi Malam Satu Suro

Dalam  pembangun kehidupan Masyarakat Jawa terutama masyarakat tradisionalnya tidak bisa dilepaskan dari kedekatannya dengan alam dan sistem kepercayaan terhadap sesuatu yang memiliki kekuatan gaib, pola pikir yang terbentuk karena rasa takut serta percaya akan adanya kekuatan maha dahsyat yang melebihi kemampuan manusia, keadaan itulah yang menjadikan adanya berbagai macam ritual-ritual yang menghiasi kehidupan sehari-hari mereka, salah satunya adalah Tradisi Malam Satu Suro.

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan dan tafakur, Ritual ini telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional


Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Berikut ini kumpulan resep masakan jawa tradisional yang gw peroleh ketika berselancar di Google. Ada pun ragam resep masakan jawa tradisional(Cwie Mie, Lontong Balap, Rujak Petis, Tahu Tek, Soto Sulung, Buntil, dan Kue Putu Mayang) yang pastinya lezat di lidah dan nyaman di perut. Bagi anda yang ingin tahu tentang kumpulan resep masakan jawa tradisional, silakan baca kumpulan resep masakan jawa tradisional pada artikel di bawah ini.

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Cwie Mie

Bahan:
Cwie Mie
Cwie Mie

300 gr mi kering keriting
1 sdm minyak wijen
3 siung bawang putih, cincang halus
1 cm jahe, kupas, parut
200 gr ayam cincang
1/4 sdt garam
1/4 sdt lada bubuk

Kuah:
1 sdm minyak wijen
5 siung bawang putih, cincang halus
1 cm jahe, kupas dan parut
1500 ml air kaldu
2 sdt garam
1 sdt lada bubuk

Pelengkap:
daun selada
pangsit goreng
bawang goreng
daun bawang dan seledri, iris halus

Cara membuat:
1. Didihkan air, masukkan mi kering. Masak sampai mi lunak, angkat langsung siram air matang dingin, tiriskan.
2. Panaskan minyak wijen, tumis bawang putih dan jahe parut sampai harum. Masukkan ayam cincang, aduk-aduk sampai ayam berubah warna.
3. Bubuhi garam dan lada bubuk, aduk rata. Masak sampai matang, angkat.
4. Buat kuah: panaskan minyak wijen, tumis bawang putih dan jahe parut sampai harum, lalu masukkan ke dalam kaldu. Bubuhi garam dan lada, aduk rata, didihkan.
5. Penyajian: taruh beberapa lembar daun selada dan mi basah dalam mangkuk. Beri 1-2 sdm adonan ayam cincang dan pangsit goreng. Sajikan dengan kuah panas dan saus sambal.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Cwie Mie

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Lontong Balap

Bahan:
Lontong Balap
Lontong Balap

5 bh lontong, potong-potong
200 gr taoge, seduh air panas, tiriskan
1 bh tahu putih, goreng
bawang goreng

Haluskan:
3 siung bawang putih
1/2 sdt ketumbar, sangrai
1/2 sdt garam
1/2 sdt gula pasir

Lento:
75 gr kacang tolo, rendam sampai lunak, tiriskan
30 gr tepung sagu

Kuah:
2 sdm minyak goreng
6 bh bawang merah, iris tipis
3 siung bawang putih, iris tipis
1 ltr air kaldu
1 sdt garam
1 sdt lada bubuk
5 cm jahe, memarkan

Sambal petis (haluskan):
15 bh cabai rawit merah, rebus
3 siung bawang putih, rebus
2 sdm petis udang
1 sdt garam
5 sdm kecap manis

Cara membuat:
1. Buat lento: rebus kacang tolo sampai empuk, lalu tumbuk kasar. Masukkan tepung sagu dan bumbu halus, aduk rata. Ambil 1 sdm adonan, bentuk bulat lonjong lalu goreng sampai matang, sisihkan.
3. Buat kuah: tumis bawang merah dan bawang putih sampai harum, masukkan ke dalam air kaldu. Didihkan bersama garam, lada, dan jahe.
4. Sajikan dalam mangkok lontong, taoge, tahu, lento, dan sambal petis, lalu beri kuah dan taburi bawang goreng.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Lontong Balap

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Rujak Petis
Rujak Petis
Rujak Petis

Bahan:
100 gr kol, iris halus
50 gr taoge
50 gr kacang panjang, potong-potong 3 cm
100 gr daun kangkung
1 bh tahu cina, goreng sampai matang kecokelatan, potong-potong
50 gr tempe, potong-potong, goreng sampai matang
1 bh mentimun, iris-iris kecil
kerupuk udang

Bumbu:
3 bh cabai rawit
1 sdt terasi bakar
1 sdm gula merah
1 sdt garam
1 sdt asam jawa
2 cm kencur
2 siung bawang putih
50 gr kacang tanah goreng
1 sdm petis udang

Cara membuat:
1. Didihkan air, rebus masing-masing kol, taoge, kacang panjang, dan kangkung, angkat dan tiriskan.
2. Taruh cabai rawit, terasi, gula merah, garam, asam, kencur, dan bawang putih dalam cobek, ulek sampai halus.
3. Tambahkan kacang tanah dan petis udang, ulek lagi sampai halus.
Tuang 150 ml air matang sedikit demi sedikit sambil terus diulek sampai rata.
4. Masukkan semua sayuran, tahu, tempe, dan mentimun, aduk sampai rata.
Sajikan dengan kerupuk udang.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Rujak Petis

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Tahu Tek

Bahan:
Tahu Tek
Tahu Tek

2 bh tahu putih, potong dadu 2 cm
2 bh kentang, kupas, potong dadu 2 cm
50 gr tempe, potong dadu 2 cm
75 gr taoge, seduh air panas sampai lunak, tiriskan
100 gr kol putih, iris halus
minyak goreng

Pelengkap:
bawang goreng
kerupuk bawang

Bumbu:
7 bh cabai rawit merah
1 sdt garam
75 gr kacang tanah goreng
2 sdm petis udang
1 sdt gula merah iris
100 ml air

Cara membuat:
1. Panaskan minyak goreng, goreng masing-masing tahu, kentang, dan tempe sampai matang. Angkat dan tiriskan.
2. Haluskan cabai rawit, garam, dan kacang tanah. Tambahkan petis dan gula merah, haluskan sambil ditambahkan air, aduk rata.
3. Susun dalam piring saji: tahu, kentang, tempe, taoge, dan kol, beri bumbu petis. Taburi bawang goreng dan beri kerupuk.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Tahu Tek

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Soto Sulung

Bahan:
Soto Sulung
Soto Sulung

300 gr daging sengkel
300 gr paru sapi
1 ltr air
3 btg serai, memarkan
4 lbr daun jeruk
2 cm jahe, memarkan
3 sdm minyak goreng

Haluskan:
6 bh bawang merah
3 siung bawang putih
5 btr kemiri, sangrai
3 cm kunyit, bakar
1 sdm garam
1 sdt lada bubuk

Pelengkap:
daun bawang + seledri
bawang goreng
telur rebus
jeruk nipis
sambal

Cara membuat:
1. Rebus daging sengkel sampai empuk. Angkat lalu potong-potong sesuai selera, sisihkan kaldunya.
2. Rebus paru sampai empuk, angkat lalu potong-potong menurut selera.
3. Rebus lagi air kaldu, tambahkan air panas hingga lebih kurang 1 liter. Tambahkan serai, daun jeruk, dan jahe.
4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus sampai harum, masukkan ke dalam rebusan kaldu. Masukkan potongan daging dan paru. Masak sampai bumbu meresap.
5. Sajikan dalam mangkuk, taburi bawang goreng, daun bawang, seledri, telur rebus, jeruk nipis, dan sambal.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Tahu Tek

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Buntil

Bahan
Buntil
Buntil

12 lembar daun talas/daun labu/daun pepaya/daun singkong/daun teratai muda

Kuah:
500 ml, santan kental
1 lembar daun salam
10 buah cabai rawit
2 cm, jahe, memarkan
3 siung, wabang merah, haluskan
2 siung bawang putih, haluskan
1 cm kencur, haluskan
1 lembar daun salam
1 sdt gula pasir
1 sdt garam
2sdt minyak goreng

Isi, aduk rata:
200 gr kelapa muda, parut memanjang
1 sdm petai Cina
150 gr teri nasi
4 siung bawang merah, haluskan
3 siung bawang putih, haluskan
1 sdt garam
Haluskan:
6 siung bawang merah
4 siung bawang putih
1 cm kencur
1 cm lengkuas
1 sdt jintan
1 sdt gula pasir/gula merah
½ sdm ketumbar sangrai

Cara Membuat:
1. Cuci daun talas/labu/teratai, tiriskan dan angina-angin hingga layu.
2. Isi: campur semua bahan isi dengan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan, aduk rata. Ambil dua lembar pembungkus, isi dengan 2 sdm bahan isi. Lipat/bungkus menyerupai buntil. Kukus hingga matang. Angkat, sisihkan. Lakukan hingga daun habis.
3. Kuah: panaskan minyak, tumis bumbu hingga harum. Tuang santan, masak sambil diaduk hingga mengental.
4. Penyajian: siapkan piring saji. Atur buntil di atas piring saji. sesaat sebelum disajikan, siram dengan kuah santan. Sajikan panas.

Selamat Mencoba Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Buntil

Kumpulan Resep Masakan Jawa Tradisional - Kue Putu Mayang

Bahan Kue :
Kue Putu Mayang
Kue Putu Mayang
  • tepung beras 250 gram
  • air 50 ml
  • air mendidih, kurang lebih 300 ml
  • garam 1/4 sendok teh
  • pewarna makanan merah dan hijau secukupnya

Bahan Kuah Kue:
  • santan 1 liter dari 1 butir kelapa
  • daun pandan wangi 2 lembar
  • garam secukupnya
  • gula merah 300 gram, sisir

Cara membuat :
  1. Perciki tepung beras dengan air. Bungkus tepung dengan kain tipis. Panaskan panci pengukus, kukus tepung selama 10 menit. Angkat.
  2. Tuangi tepung dengan air mendidih sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga rata.
  3. Bagi adonan menjadi tiga bagian, tambahkan satu bagian adonan dengan pewarna hijau. Satu bagian lagi dengan pewarna merah dan sisanya biarkan tetap putih.
  4. Masukkan adonan dalam cetakan petulo, tekan hingga adonan keluar secukupnya. Angkat. Alasi tiap kue dengan daun pisang.
  5. Panaskan panci pengukus, kukus adonan hingga matang kurang lebih 15 menit. Angkat.
  6. Kuah : Campur semua bahan, rebus di atas api sedang sambil terus diaduk hingga mendidih. Angkat dan saring.
  7. Sajikan petulo/Putu Mayang dengan kuahnya.
  8. Selamat menikmati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS