MASJID TIBAN PURWANTORO : PENINGGALAN AKULTURASI ISLAM DAN KEJAWEN
Masjid Tiban Purwantoro merupakan peninggalan jejak Akulturasi Budaya antara islam dan jawa yang sampai sekarang masih tetap terjaga, masjid yang dilengkapi dengan mimbar tua tak terpakai di salah satu sudut yang berselimut kain putih semakin menambah kesan mistis dari bangunan tua ini.Aroma asap dupa sesekali tertiup masuk ke dalam masjid berukuran 12X12 meter tersebut. Namun, suasana itu tampaknya tidak mengurangi kekhusyukan jamaah
dalam menjalankan shalat. Ya, itulah suasana Masjid Tiban di Desa Bakalan, Kecamatan Purwantoro, Wonogiri.
Berbeda dengan masjid lainnya. Di samping utara masjid itu terdapat tempat panyuwunan. Yakni tempat bagi penganut kejawen untuk berdoa kepada Tuhan Yang Tempat panyuwunan itu hanya berupa bangunan kecil berukuran sekitar 1X2 meter. Di dalamnya banyak terdapat tumpukan abu sisa pembakaran dupa dan kemenyan. Beberapa macam sesaji ikut menumpuk dalam ruangan kecil yang menghadap utara tersebut. Bagian atap dan gentingnya sudah menghitam karena tertutup jelaga dupa dan kemenyan.
Sardi (71), sang penjaga masjid menuturkan, Masjid Tiban Purwantoro itu tidak diketahui kapan berdirinya. "Tidak ada yang tahu kapan masjidnya dibangun. Sebelum ada desa. Sebelum negara ini dicitak (dicetak), masjidnya sudah ada. Mungkin dibuat sejak zaman wali sebagai musholla (tempat shalat)," katanya.
Tempat panyuwunan di Masjid Tiban semula menjadi satu di dalam masjid. Namun, seiring adanya renovasi dan pemugaran, tempat tersebut digeser, sehingga kini berada di luar ruangan masjid. itu, mimbar tua yang ada di dalam masjid juga tidak diketahui kapan pembuatannya.
Menurut Sardi, mimbar itu dibuat bersamaan dengan pembangunan masjid. Mimbar tersebut kini tidak dipakai lagi, hanya dibungkus dengan beberapa lembar kain putih. Perpaduan Islam dan kejawen juga tampat pada arsitekturnya. Salah satu atap masjid masih kental dengan nuansa Jawa. Atapnya berbahan sirap kayu, mustaka (kepala) atapnya mirip stupa berwarna coklat.
Adapun atap lainnya menggunakan genteng dengan mustaka berbentuk kubah, seperti masjid pada umumnya. Sudah banyak orang yang mengunjungi masjid tersebut. Mereka tidak hanya datang dari wilayah Wonogiri dan sekitarnya. Banyak di antara mereka datang dari mancanegara, seperti Malaysia, Hongkong, dan Singapura.
Tidak sedikit pula pejabat yang datang. "Mereka datang dengan berbagai permintaan. Rata-rata ingin kaya. Kerabat Keraton Mangkunegaran juga masih sering ke sini," ujarnya. Biasanya, masjid itu ramai saat malam Jumat Kliwon. Namun di bulan puasa justru sepi pengunjung. "Mungkin karena puasa," imbuhnya.
Selain aktivitas kejawen di salah satu sisinya, masjid tersebut juga dihidupkan dengan aktivitas pengajian dan shalat berjamaah. Selama bulan Ramadhan, masjid itu juga digunakan untuk shalat tarawih.
Kabag Humas Sekda Wonogiri, Waluyo mengaku pernah berkunjung ke masjid itu ketika masih menjabat sebagai Camat Purwantoro. "Masjid itu sangat unik. Ada nilai-nilai sejarah, reliji, dan kekayaan budaya leluhur yang patut dilestarikan," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar